Proses Handover dalam Komunikasi Seluler

Sistem telepon seluler dikenal akan mobilitasnya. Sebagai akibatnya, ini merupakan persyaratan yang sangat mendasar dari sistem bahwa ketika ponsel bergerak dari satu sel ke sel lainnya, harus dimungkinkan untuk menyerahkan panggilan dari stasiun pangkalan sel pertama, ke sel berikutnya dengan tidak ada gangguan panggilan.

Meskipun konsep handover seluler relatif mudah, itu bukan proses yang mudah untuk diterapkan dalam kenyataan. Jaringan seluler perlu memutuskan kapan handover diperlukan, dan ke sel mana. Ketika handover terjadi, perlu untuk mengarahkan kembali panggilan ke stasiun pangkalan yang relevan bersama dengan mengubah komunikasi antara ponsel dan stasiun pangkalan ke saluran baru. Semua ini perlu dilakukan tanpa gangguan panggilan. Prosesnya cukup rumit, dan pada sistem awal panggilan sering hilang jika prosesnya tidak bekerja dengan benar.

CDMA - Handoff - Tutorialspoint
Handover Schema
Ada beberapa parameter yang perlu diketahui dalam menentukan apakah suatu handover diperlukan. Kekuatan sinyal stasiun pangkalan dengan mana komunikasi dilakukan, bersama dengan kekuatan sinyal stasiun sekitarnya. Selain itu ketersediaan saluran juga perlu diketahui. Ponsel jelas paling cocok untuk memantau kekuatan stasiun pangkalan, tetapi hanya jaringan seluler yang mengetahui status ketersediaan saluran dan jaringan membuat keputusan tentang kapan penyerahan akan dilakukan dan ke saluran mana sel tersebut.

Handover adalah proses memutuskan kapan akan meminta handover. Keputusan handover didasarkan pada Received Signal Strength (RSS) dari Base Station (BS) saat ini dan BS tetangga.  Suatu contoh apabila nilai RSS semakin lemah ketika MS menjauh dari BS1 dan semakin kuat ketika semakin dekat ke BS2 sebagai hasil dari karakteristik perambatan sinyal. Sinyal yang diterima rata-rata dari waktu ke waktu menggunakan jendela rata-rata untuk menghilangkan mode sesaat karena faktor geografis dan lingkungan. Berikut dibawah ini merupakan tipe-tipe handover dalam komunikasi seluler.

Hard Handover
Hard handover  digunakan ketika saluran komunikasi dilepaskan terlebih dahulu dan saluran baru didapat kemudian dari sel tetangga. Dengan demikian, ada gangguan layanan ketika handover terjadi mengurangi kualitas layanan. Hard handover digunakan oleh sistem yang menggunakan Time Division Multiple Access (TDMA) dan Frequently Multiple Division Access (FDMA) seperti GSM dan General Packet Radio Service (GPRS).

Soft Handover
Berbeda dengan hard handover, soft handover dapat membangun beberapa koneksi dengan sel tetangga. Soft handover digunakan oleh sistem kode akses berganda (CDMA) di mana sel menggunakan pita frekuensi yang sama menggunakan kata-kata kode yang berbeda. Setiap Mobile Station (MS) mempertahankan set aktif di mana Base Station (BS) ditambahkan ketika Received Signal Strength (RSS) melebihi ambang yang diberikan dan dihapus ketika RSS turun di bawah nilai ambang lainnya untuk jumlah waktu tertentu yang ditentukan oleh timer. Ketika ada atau tidak adanya BS ke set aktif ditemui soft handover terjadi. Sistem sampel menggunakan soft handover adalah Interim Standard 95 (IS-95) dan Wideband CDMA (WCDMA)


Microcell Handover
Handover Mikrosel adalah sel dengan jari-jari kecil dan digunakan di daerah padat penduduk seperti bangunan kota dan jalan untuk memenuhi kapasitas sistem yang tinggi dengan penggunaan kembali frekuensi. Pada gambar dibawah ini, memiliki dua jalan yang bersilangan dengan tiga BS yang digunakan di jalanan. BS1 dan BS3 saling berhadapan satu sama lain. Handoff antara BS1 dan BS3 disebut LOS handoff; di sisi lain handoff antara BS1 dan BS2 adalah handoff non-LOS (NLOS) karena mereka tidak memiliki LOS.
Microcell Handover Schema

Multilayer Handover
Beberapa desain menggunakan pendekatan multilayer untuk mengurangi jumlah handover dan meningkatkan kapasitas sistem. Sejumlah sel mikro dilapis oleh sel makro dan pengguna ditugaskan ke setiap lapisan sesuai dengan kecepatannya. Area cakupan sel mikro dan sel mikro sekitar 500 meter dan 35 km dalam GSM900. Karena para pengguna lambat ditugaskan ke sel mikro dan pengguna cepat ditugaskan ke sel mikro, jumlah total permintaan handover berkurang. Macrocell tidak hanya melayani pengguna yang cepat tetapi juga melayani pengguna yang lambat saat microcell sedang macet. Ketika sel mikro mengalokasikan semua salurannya, panggilan baru dan handover dilimpahi ke lapisan sel mikro. Ketika beban sel mikro menurun, dimungkinkan untuk menetapkan saluran lambat pada pengguna dalam sel mikro. Jenis handover ini disebut take-back. Sehingga terdapat 4 tipe handover yaitu Microcellto-microcell, microcell-to-macrocell, macrocell-to-macrocell, and macrocell-to-microcell.

Handover decision protocols yang digunakan dalam sistem seluler diantaranya:
  • Network Controlled Handoff (NCHO)
NCHO digunakan dalam sistem seluler generasi pertama seperti Advanced Mobile Phone System (AMPS) di mana kantor switching telepon seluler (MTSO) bertanggung jawab atas keputusan handover keseluruhan. Di NCHO, jaringan menangani pengukuran RSS dan keputusan handover yang diperlukan. Waktu eksekusi handover berada di urutan beberapa detik karena beban jaringan yang tinggi.
  • Mobile Assisted Handoff (MAHO)
Di NCHO, beban jaringan tinggi sejak jaringan menangani semua proses itu sendiri. Untuk mengurangi beban dari jaringan, MS bertanggung jawab untuk membuat RSS pengukuran dan mengirimkannya secara berkala ke BS di MAHO. Berdasarkan pengukuran yang diterima, BS atau ponsel switching center (MSC) memutuskan kapan akan melakukan handover. MAHO digunakan dalam Sistem Global untuk Seluler Komunikasi (GSM). Waktu eksekusi handover di rentang 1 dtk.
  • Mobile Controlled Handoff (MCHO)
MCHO memperluas peran MS dengan memberikan kontrol keseluruhan untuk itu. Keduanya, MS dan BS, melakukan pengukuran yang diperlukan, dan BS mengirimkannya ke MS. Kemudian, MS memutuskan kapan harus menyerahkan berdasarkan informasi yang diperoleh dari BS dan itu sendiri. Digital Eropa Cordless Telephone (DECT) adalah contoh sistem seluler menggunakan MCHO dengan 100-500 ms waktu eksekusi handover.



Reference:
  1. S. Tekinay and B. Jabbari, “Handover and Channel Assignment in Mobile Cellular Networks”, IEEE Communications Magazine, vol. 29, November 1991, pp. 42-46. 
  2. Gregory P. Pollioni, “Trends in Handover Design”, IEEE Communications Magazine, vol. 34, March 1996, pp. 82-90.
  3. P. Marichamy, S. Chakrabati and S. L. Maskara, “Overview of handoff schemes in cellular mobile networks and their comparative performance evaluation”, IEEE VTC’99, vol. 3, 1999, pp. 1486-1490. 
  4. Nishint D. Tripathi, Jeffrey H. Reed and Hugh F. VanLandinoham, “Handoff in Cellular Systems”, IEEE Personal Communications, vol. 5, December 1998, pp. 26-37. 
  5. M. Gudmundson, “Analysis of Handover Algorithms”, 41st IEEE Vehicular Technology Conference, 1991, pp. 537-542.
  6. Ekiz. N, Fidanboylu. K, “An Overview of Handoff Techniques in Cellular Networks”, International Journal of Information Technology, Vol 2 No 2.


Model Path Loss SUI untuk Perhitungan Progagasi 5G

Model path loss propagasi untuk perencanaan jaringan seluler generasi kelima (5G) dalam spektrum milimeter wave (mmwave) atau high-band, seperti spektrum frekeunsi 28 GHz dan 38 GHz. Terlihat bahwa dengan implementasi 5G dengan mmwave (high-band) didaptkan jumlah 5G base station (sel 200 m) sekitar tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sistem 3G dan 4G (sel 500 m hingga 1 km).

No alt text provided for this image

Namun penggunaan mmwave (high-band) menghasilkan keunggulan dalam hal peningkatan kapasitas yang lebih besar dan juga speed dari teknologi sebelumnya.

Model path loss memainkan peranan utama dalam perencanaan sistem seluler nirkabel. Model – model tersebut mewakili beberapa persamaan matematika dan algoritma yang digunakan untuk meramal propagasi sinyal radio di daerah tertentu. Secara umum, model kanal propagasi dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :


  • Model Empirik 

Merupakan model yang diturunkan dari hasil pengukuran lapangan di lokasi-lokasi yang dianggap mewakili sampel lingkungan nirkabel.


  • Model Deterministik 

Merupakan model yang dikembangkan dari teori propagasi gelombang elektromagnetik dan digunakan untuk perhitungan daya pancar di lokasi yang ditinjau. 

  • Model Stokastik 

Merupakan model yang menyertakan peubah acak sebagai representasi kondisi lingkungan yang berubah dari waktu ke waktu dan dari satu lokasi ke lokasi lain.

Dari ketiga model kanal propagasi di atas, model kanal propagasi empirik merupakan model yang paling banyak digunakan untuk penelitian karena kemudahan penggunaan serta toleransi terhadap ketidaktersediaan informasi area.

Model Empirik selanjutnya membagi dua bagian yaitu, dispersif waktu dan dispersif non waktu. Model dispersif waktu adalah model untuk memprediksi path loss dari hasil pengukuran kanal propagasi. Sementara model dispersif non waktu adalah model untuk memprediksi rata – rata path loss dari fungsi jarak, tinggi antena, frekuensi, dan lain – lain.

Model Path Loss SUI (Stanford University Interim)

Model Stanford adalah perluasan dari model Hata dengan parameter koreksi tambahan untuk frekuensi di atas 1900 MHz. Model SUI dapat digunakan untuk ketinggian antena base station dari 10 m hingga 80 m, tinggi antena penerima berkisar dari 2-10m, jari-jari sel dari 100 m – 8 km. Apa yang signifikan dalam model ini adalah keberadaan variabel acak, path loss eksponen, γ dan standar deviasi fading, s. Model ini memiliki tiga jenis area (wilayah) yang disebut A, B, dan C.

- "Tipe A" mewakili wilayah dengan path loss tertinggi dan dapat digunakan untuk daerah berbukit dengan vegetasi sedang atau sangat padat. Daerah perkotaan padat penduduk masuk dalam tipe A ini.

- "Tipe B" digunakan untuk wilayah berbukit dengan vegetasi langka, atau dataran datar dengan kepadatan pohon sedang atau berat. Path loss pada tipe ini nilainya di pertengahan, lingkungan sub urban (pinggir kota) masuk dalam tipe B ini. 

- "Tipe C" cocok untuk dataran datar atau pedesaan (rural) dengan vegetasi ringan, di sini path loss nilainya minimum.

Model SUI yang dikembangkan oleh Stanford University, diusulkan sebagai standar dalam pemodelan kanal pada pita frekuensi di bawah 11 GHz oleh dari IEEE 802.16 Broadband Wireless Access working group. 

Persamaan dasar untuk path loss model SUI untuk d> d0 adalah:
No alt text provided for this image

Dimana;

  • d, (dalam meters ) adalah jarak antara base station dan UE. 
  • d0 = 100 m 
  • Xf, adalah faktor koreksi untuk frekuensi di atas 2 GHz (dalam MHz). 
  • Xh, adalah faktor koreksi untuk tinggi antena penerima. 
  • sh, adalah faktor koreksi untuk efek shadowing (dalam dB), nilainya berkisar 8.2 dB sampai 10.6 dB.
  • γ adalah komponen path loss, yang nilainya adalah :
> γ = a – b . hb + (c/hb)
> Untuk area urban / perkotaan yang Line Of Sight (LOS) nilai γ =2, untuk perkotaan yang Non LOS (NLOS) nilai 3< γ >5.
> hb  adalah tinggi antena base station (dalam meter)


a, b dan c adalah konstanta yang nilainya tergantung pada tipe area (A, B atau C), nilainya ditunjukan pada tabel di bawah ini:

No alt text provided for this image

Faktor koreksi untuk frekuensi dan faktor koreksi untuk tinggi antena penerima untuk model SUI adalah :

Xf = 6.0 * log (f / 2000) 
Xh = - 10.8 * log (hr / 2000) untuk tipe area A and B 
Xh = - 20 log (hr / 2000) untuk tipe area C 
*f adalah frekuensi dalam MHz, 
*hr adalah tinggi antena penerima dalam meter.

Sementara untuk model path loss lain yang sudah terkenal diantaranya Okumura Hata, Cost 231, Lee, Ericsson, ECC 33, maupun Walfisch-Ikegami. Kadang dalam sebuah perhitungan penelitian sebuah model cocok / mendekati dengan hasil pengukuran lapangan, tetapi tidak jarang juga di penelitian lain mendapatkan hasil yang lain, model lain yang lebih mendekati.

Perlu juga diperhatikan frekuensi yang digunakan, misalnya mid-band frekuensi 5G yang favorit 3,5 GHz. Hasilnya kadang untuk daerah urban satu model path loss cocok, tetapi untuk sub urban dan rural kurang cocok, atau mempunyai deviasi yang jauh, begitu juga sebaliknya.

Berikut ini contoh hasil penelitian yang dilakukan oleh Department of Electrical Engineering Blekinge Institute of Technology, Karlskrona Swedia. Pada penelitian ini, tinggi antena pemancar yang digunakan adalah 20 m, power transmit yang digunakan adalah 43 dBm, dengan frekuensi operasi adalah 3,5 GHz.

No alt text provided for this image

No alt text provided for this image

No alt text provided for this image

Penjelasan singkat tentang Steker

Steker menurut Wikipedia merupakan pencocok yang dipasang pada ujung kabel listrik yang ditusukkan pada lubang aliran listrik untuk menyalakan lampu (listrik), radio, televisi, dsb. Steker biasa juga disebut dengan istilah Pencolok atau Colokan Listrik atau bahasa inggris juga disebut dengan “PLUG”. Steker dipasang bertujuan untuk mempermudah orang ketika menghubungkan atau memutuskan aliran listrik dari Stop kontak/terminal ke peralatan listrik lainnya.

Secara konsepnya steker memiliki prinsip kerja yang sama dengan Saklar (Switch), dimana hanya saja perbedaannya jika Saklar bersifat permanen atau tetap, sedangkan Steker listrik bersifat portabel atau bisa dipindah-pindah sesuai keinginan. Selain itu, biasanya steker umumnya memiliki ujung yang berbahan logam, dan dibungkus dibagian pegangannya dengan bahan isolator (Plastik, PVC, dan sejenisnya) dan bagian isolator ini berfungsi sebagai pengaman bagi kita saat mencolokkan steker tersebut ke colokan Stop kontak.

Pemetaan jenis tegangan dan frekuensi di seluruh dunia

Jenis – jenis steker :


  • Type A

Digunakan: Daerah utara dan pusat amerika, Jepang.
Deskipsi: Steker listrik Tipe A (atau steker attachment blade datar) adalah steker ungrounded dengan dua pin paralel datar. Meskipun colokan Amerika dan Jepang terlihat identik, pin netral pada colokan Amerika lebih lebar dari pin hidup, sedangkan pada colokan Jepang kedua pin memiliki ukuran yang sama. Akibatnya, colokan Jepang dapat digunakan di AS tetapi seringkali tidak sebaliknya.
Spesifikasi: 100 V, 110 V, 115 V, 120 V, 127 V, 230 - 240 V / 50 - 60 Hz

  • Type B

Digunakan: Daerah utara dan pusat amerika, Jepang.
Deskripsi: Steker listrik Tipe B memiliki dua pin paralel datar dan pin arde bulat (atau arde). Pin arde lebih panjang dari dua lainnya sehingga perangkat terhubung ke ground sebelum daya tersambung. Seperti halnya colokan tipe A, versi Amerika dan Jepang sedikit berbeda. Steker tipe B rata-rata memiliki nilai 15 ampere.
Spesifikasi: 110 V, 115 V, 120 V, 127 V, 230 - 240 V / 50 - 60 Hz

  • Type C

Digunakan: Europe, kecuali UK, Irlandia, Cyprus dan Malta.
Deskripsi: Steker listrik Tipe C (atau Europlug) adalah steker dua kawat yang memiliki dua pin bundar. Ini cocok untuk setiap soket yang menerima kontak bulat 4,0 - 4,8 mm di pusat 19 mm. Mereka digantikan oleh soket E, F, J, K atau N yang bekerja dengan baik dengan colokan Tipe C. Biasanya steker tipe C terbatas dan digunakan untuk peralatan yang membutuhkan 2.5 ampere atau kurang.
Spesifikasi: 115 V, 127 V, 220 - 240 V / 50 - 60 Hz

  • Type D

Digunakan: India, Sri Lanka, Nepal, Namibia.
Deskripsi: Steker listrik Tipe D memiliki tiga pin bulat besar dalam pola segitiga. Colokan M tipe sering digunakan bersama dengan colokan Tipe D untuk peralatan yang lebih besar dan sebagai hasilnya, beberapa soket berfungsi dengan colokan Tipe D dan Tipe M. Steker tipe D biasanya memiliki nilai 5 ampere.
Spesifikasi: 220 – 240 V / 50 – 60 Hz


  • Type E

Digunakan: France, Belgium, Slovakia, Tunisia, dll.
Deskripsi: Steker Tipe E memiliki dua pin bulat 4,8 mm yang berjarak 19 mm dan lubang untuk pin pembumian jantan pria. Steker Type E memiliki bentuk bulat dan soket Type E memiliki reses bulat. Steker tipe E biasanya memiliki nilai 16 amp.
Catatan: Steker CEE 7/7 dikembangkan untuk bekerja dengan soket Tipe E dan Tipe F dengan kontak wanita (untuk menerima pin pembumian dari soket Tipe E) dan memiliki klip pembumian di kedua sisi (untuk bekerja dengan soket Tipe F).
Spesifikasi: 220 - 230 V / 50 – 60 Hz


  • Type F

Digunakan: Jerman, Austria, Belanda, Spanyol, dll.
Deskripsi: Steker Tipe F (juga dikenal sebagai colokan Schuko) memiliki dua pin bulat 4,8 mm yang berjarak 19 mm. Ini mirip dengan steker Tipe E tetapi memiliki dua klip pentanahan di samping daripada kontak pentanahan betina. Steker CEE 7/7 dikembangkan untuk bekerja dengan soket E dan F dan memiliki klip pentanahan di kedua sisi (untuk bekerja dengan soket Tipe F) dan kontak wanita (untuk menerima pin pentanahan dari soket tipe E). Biasanya memiliki nilai 16 ampere.
Spesifikasi: 120 V, 220 – 230 V / 50 – 60 Hz


  • Type G

Digunakan: UK, Irlandua, Cyprus, Malta, Malaysia, Singapura, Hongkong, dll.
Deskripsi: Steker Tipe G memiliki tiga bilah persegi panjang dalam pola segitiga dan memiliki sekering yang tergabung (biasanya sekering 3 amp untuk peralatan yang lebih kecil seperti komputer dan 13 amp untuk perangkat tugas berat seperti pemanas). Soket Inggris memiliki penutup jendela pada kontak yang hidup dan netral sehingga benda asing tidak dapat dimasukkan ke dalamnya.
Spesifikasi: 110, 220 – 240 V / 50 – 60 Hz


  • Type H

Digunakan: Israel
Deskripsi: Steker Type H adalah unik untuk Israel dan memiliki dua pin datar dalam bentuk V serta pin landasan. Namun saat ini sedang dihapus untuk versi yang disematkan. Lubang-lubang pada soket Tipe H lebar di tengah sehingga dapat mengakomodasi versi bundar dari konektor Tipe H serta colokan Tipe C. Memiliki nilai 16 Ampere
Spesifikasi: 230 V / 50 Hz


  • Type I

Digunakan: Australia, New Zealand, Papua New Guinea, Argentina, dll.
Deskripsi:  Steker Tipe I memiliki dua pin datar dalam bentuk V serta pin arde. Versi plug, yang hanya memiliki dua pin datar, juga ada. Steker Australia juga berfungsi dengan soket di Cina. Sistem colokan / soket standar Australia memiliki nilai 10 ampere tetapi konfigurasi steker / soket dengan nilai 15 ampere juga ada, meskipun pin ground lebih lebar. Steker 10 ampere standar akan masuk ke dalam soket 15 ampere tetapi tidak sebaliknya.
Spesifikasi: 120 V, 220 – 240 V / 50-60 Hz


  • Type J

Digunakan: Swiss, Lichtenstein, dll.
Deskripsi:  Steker Tipe J memiliki dua pin bundar serta pin arde. Walaupun steker Tipe J sangat mirip dengan steker Brasil Tipe N, steker ini tidak kompatibel dengan soket Type N karena pin bumi lebih jauh dari garis tengah daripada pada Tipe N. Namun, colokan Tipe C sangat kompatibel dengan soket Type J. Steker ini memiliki nilai 10 ampere.
Spesifikasi: 127 V, 220 – 230 V / 50 Hz


  • Type K

Digunakan: Denmark, Greenland, dll.
Deskripsi:  Steker Type K memiliki dua pin bulat serta pin grounding. Ini mirip dengan Tipe F, perbedaannya adalah bahwa Tipe F memiliki klip pentanahan alih-alih pin pentanahan. Colokan tipe C sangat kompatibel dengan soket Tipe F. Steker dan soket tipe E juga digunakan di Denmark.
Spesifikasi: 127 V, 220 – 230 V / 50 Hz


  • Type L

Digunakan: Italy, Chile, Uruguay, dll.
Deskripsi:  Ada dua variasi steker Type L, satu dengan nilai 10 amp, dan satu dengan 16 amp. Versi 10 ampere memiliki dua pin bulat yang tebal 4 mm dan berjarak 5,5 mm, dengan pin ground di tengah. Versi 16 ampere memiliki dua pin bundar yang tebal 5 mm, berjarak 8 mm terpisah, serta pin pentanahan. Italia memiliki semacam soket “universal” yang terdiri dari soket “schuko” untuk colokan C, E, F dan L dan soket “bipasso” untuk colokan L dan C
Spesifikasi: 127 V, 220 – 230 V / 50 Hz.


  • Type M

Digunakan: India, Swaziland, Lesotho, Sri Lanka, dll.
Deskripsi:  Steker Tipe M memiliki tiga pin bulat dalam pola segitiga dan terlihat mirip dengan steker India Tipe D, tetapi pinnya jauh lebih besar. Colokan M tipe kadang-kadang digunakan untuk peralatan yang lebih besar di negara-negara yang menggunakan colokan Tipe D, serta di Israel (Tipe H). Oleh karena itu, soket di negara-negara ini kadang-kadang berfungsi dengan steker Type M.
Spesifikasi: 220 – 240 V / 50 Hz


  • Type N

Digunakan: Brazil and South Africa
Deskripsi:  Ada dua variasi steker Tipe N, satu dengan nilai 10 amp, dan satu pada 20 amp. Versi 10 amp memiliki dua pin bulat yang tebal 4 mm, dan pin grounding. Versi 20 amp, digunakan untuk peralatan yang lebih berat, memiliki dua pin bundar berdiameter 4,8 mm, dan pin pentanahan. Soket Type N dirancang untuk bekerja dengan colokan Type C juga. Brasil adalah salah satu dari sedikit negara yang menggunakan dua jenis tegangan. Sementara sebagian besar negara bagian menggunakan 127 V, beberapa dari mereka menggunakan 220 V. Oleh karena itu penting untuk mengetahui tegangan lokal sebelum mencolokkan alat Anda (perhatikan: tegangan yang salah dapat merusak alat Anda). Banyak peralatan yang dijual di Brasil bertegangan ganda.
Spesifikasi: 127 V, 220 – 230 V / 50 – 60 Hz


Referensi:
- https://www.iec.ch/worldplugs/
- https://konversi.files.wordpress.com
www.cites.illinois.edu
- Wikipedia


Model Propagasi Okumura-hata

Propagasi merupakan suatu proses gelombang merambat dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Pemodelan propagasi gelombang radio dikembangkan dalam memberikan pendekatan suatu propagasi gelombang radio yang akan dirancang. Dalam membuat pemodelan gelombang radio harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang akan rancang yang bertujuan untuk memberikan prediksi besarnya path loss antara transmitter dengan receiver.

Dalam melakukan perancangan sistem komunikasi radio diperlukannya mengetahui karakteristik propagasi radionya, dengan mengetahui redaman  yang akan terjadi sehingga dapat diprediksi luas cakupan sel yang diinginkan. Dalam melakukan pemodelan progasi tertadapat beberapa faktor diantaranya yaitu lingkungan antara site pengirim dengan site penerima. frekunesi yang digunakan dan mobilitas user pengirim dan penerima. Pemodelan gelombang radio yang paling sering dikenal adalah pemodelan Okumura-Hata dan Walfish-Ikegami. Pemodelan Okumura-Hata digunakan untuk jangkauan daerah yang luas sedangkan Walfish-Ikegami untuk jangkauan daerah yang kecil.

Berikut dibawah ini jenis -jenis pemodelan propagasi:

1. Model Okumura-Hata
Model Okumura-Hata merupakan pemodelan propagasi yang biasanya digunakan dengan jangkauan daerahnya yang luas. Dalam melakukan percobaannya di kota Tokyo Okumura dan Hata mengukur level sinyal yang diterima dibanyak titik  di kota Tokyo. Kemudian dari hasi pengukuran tersebut dibuatlah pemodelan emipiris sehingga dapat digunakan di kota lainnya dengan kemiripan karakteristik kota Tokyo atau daerah urban.

2. Model Walfish-Ikegami
Model Walfish-Ikegami merupakan pemodelan empiris dari propagasi gelombang radio yang digunakan di daerah urban dengan luas cangkupan yang kecil dan BTS yang digunakan terletak diatas atap gedung.

3. Model Ray Tracing

Model Ray Tracing merupakan pemodelan yang mengasumsikan bahwa partikel atau gelombang dapat dimodelkan sebagai seumlah besar berkas sinar yang sangat sempit dan digunakan sebagai perkiraan dari propagasi. Jumlah dari reflaksi dan difraksi yang akan dihitung tergantung kepada algoritma dari network planning tool yang digunakan.

Dari ketiga pemodelan propagasi radio diatas, dapat dipilih salah satu yang digunakandalam melakukan perancangan jaringan radio. Karena pada dasarnya perencanaan jaringan radio tidak terdapat standar buku yang harus dilakukan dalam membangun sebuah jaringan nirkabel. Proses perencanaan radio dipengerahui oleh tipe proyek, kualitas dan target yang akan dicapai dalam membangun jaringan, sehingga kita harus melihat kembali tujuan perencanaannya. Biasanya hal yang sulit dalam melakukan perencanaan jaringan radio yaitu menggabungkan seluruh syarat dan kebutuhan secara optimal dan mendesain dengan biaya yang efisien.


*Note: Empiris adalah suatu keadaan yang berdasarkan pada kejadian nyata yang pernah dialami yang didapat melalui penelitian, observasi, maupun eksperimen.

Sumber:

- Putra, Ardyan I P., 2010, Perencanaan Tahap Awal Jaringan Radio untuk Komunikasi Keselamatan Publik pada Frekuensi 700 Mhz di Wilayah DKI Jakarta, Universitas Indonesia, Jakarta.

How to export CST file to format dxf

This time i will shared, how to export CST file to format dxf. Format dxf in CST usually used for print antenna, so we have to export file to dxf. The type of print antenna is PCB antenna, or etc, not a wired antenna. So, i hope this tutorial make useful for a reader.

First, you have to make sure the file of your antenna in CST is done (not any change anymore). This tutorial is can use for any version software of CST Suite Studio, but this time i used CST Suite 2017.
This below step by step of export file CST to dxf format.

1. Open program CST (Any version)
2. Prepared filed CST/ File Antenna will convert to .dxf.
3. I'm using microstrip antenna rectangular patch with insert feed
Top Surface of Microstrip Antenna
Bottom Surface of Microstrip Antenna

4. I will convert the top surface and bottom surface
5. Make sure the antenna file is already to convert (No change dimension again).
6. First, we will use WCS tool. Put it equal with top surface and export in menu.
WCS Tool
Export to dxf

7. The red highlight is the dimension surface will convert to .dxf
Top Surface ready to convert
Bottom Surface ready to conver
8. Make sure the dimension is correct.
Dimension of top surface

Dimension of bottom surface

9. Press enter, if correct and saved.

Ready to save

10. Next, i will convert the bottom surface.
Bottom surface is ready to export

11. Repeat the previous step, with put WCS tool equal with bottom surface
12. If it's OK, press enter.
13. My groundplane / bottom surface of antenna, is full. If your groundplane is not full, the dimension will be seen in red highlight.
14. I will make sure the dimension of the antenna (.dxf format) with the design in CST Program
15. Check first, the dimension of your antenna in CST Program.
16. Then we will check the .dxf format with CorelDraw Program (Any Version)
17. Drag file (.dxf format) into CorelDraw Program.
18. Don't forget to choose units is mm
19. Check every part of antenna until is clear.
20. If it's OK, you can go to PCB Shop to print your Antenna.

For detail information the tutorial, you can check my video below:

That is all from me, i hope is usefull. For detail you can chek the video in tutorial using Indonesian language. Thanks.

Sistem Pembumian untuk Tower Telekomunikasi

Tower telekomunikasi merupakan stuktur baja yang berfungsi untuk menopang peralatan-peralatan telekomunikasi seperti antena sectoral, antena microwave, RRU, dll. Ketinggian tower telekomunikasi beragam-ragam dari yang 40 M - 100 M, tergantung kebutuhan-nya. Selain itu juga tipe-tipe tower telekomunikasi juga berbeda-beda. Resiko yang dimiliki tower telekomunikasi salah satunya adalah petir, yang bisa menyebabkan tegangan kenaikan tegangan yang dapat merusak peralatan telekomunikasi. Sambaran petir tak langsung dapat mengakibatkan timbulnya induksi yang dapat merusak peralatan elektronik pada daerah tersebut. Maka untuk itu dibutuhkan lah suatu sistem grounding yang baik untuk menanggulangi resiko tersebut.

Sistem pembumian/grounding adalah perencanaan instalasi kelistrikan untuk sistem proteksi, yang bertujuan untuk memberikan solusi menyeluruh berupa perlindungan peralatan telekomunikasi, bangunan, ketersediaan layanan, dan keselamatan manusia terhadap kemungkinan bahaya kejut listrik serta kerusakan akibat petir/tegangan berlebih. Sistem pentanahan juga merupakan suatu tindakan pengamanan dalam jaringan distribusi yang langsung rangkaiannya ditanahkan dengan cara mentanahkan badan  peralatan instalasi yang diamankan, sehingga  bila terjadi kegagalan isolasi, terhambat atau  bertahannya tegangan sistem karena terputusnya arus oleh alat-alat pengaman tersebut.

Dalam sistem pembumian membutuhkan jenis nilai tahanan tanah dari daerah tersebut dan batang elektroda yang digunakan agar dapat mengetahui nilai pembumian, diantaranya menggunakan alat ukur dan perhitungan dengan menggunakan perumusan untuk mencapai nilai grounding yang ditetapkan menurut PUIL 2000 yaitu sebesar <1Ω. Selain PUIL 2000 ada juga standard internasional lainnya yaitu NEC yang menetapkan nilai grounding untuk industri telekomunikasi sebesar <5Ω. Tapi pada dasarnya semakin kecil nilai grounding semakin baik.

Menurut PUIL 2000 [3.18.11], elektroda merupakan penghantar yang ditanamkan ke dalam tanah yang membuat kontak lansung dengan tanah. Untuk bahan elektroda  pentanahan biasanya digunakan bahan tembaga maupun baja yang sudah digalvanized atau dilapisi tembaga sepanjang kondisi setempat tidak mengharuskan memakai bahan lain misalnya pada perusahaan kimia. Elektroda juga dapat diartikan sebagai  penghantar yang ditanam dalam bumi dan membuat kontak langsung dengan bumi. Penghantar bumi yang tidak berisolasi yang ditanam dalam bumi dianggap sebagai bagian dari elektroda bumi. Biasanya industri menggunakan batang elektroda dengan diameter 5/8 inch dan panjang 3- 4 m.
Layout Tower Tampak Atas
Nantinya elektroda batang akan dimasukan tegak lurus kedalam tanah dan panjangnya disesuaikan dengan resistansi pentanahan yang diperlukan. Resistansi pentanahannya sebagian besar tergantung pada panjangnya dan sedikit  bergantung pada ukuran penampangnya. Jika  beberapa elektroda diperlukan untuk memperoleh resistansi pentanahan yang rendah, jarak antara elektroda tersebut minimum harus dua kali panjangnya. Jika elektroda tersebut tidak bekerja efektif pada seluruh panjangnya, maka jarak minimum antara elektroda harus dua kali panjang efektifnya. Kedalaman elektroda batang dan jenis tanah akan sangat berpengaruh dalam nilai grounding.

Desain sistem grounding untuk tower X

Diketahui :
p = 30 Ωm (resistansi tanah)
radius = 0.0158 m ==> 5/8 : 2 (radius diameter elektroda batang) 
L = 3 m (panjang elektroda batang)
S = Jarak antar elektoda batang (dapat dilihat gambar dibawah)

Layout Elektroda Batang
Formula yang akan digunakan:


Selanjutnya, pertama kita akan hitung elektroda batang tunggalnya terlebih dahulu menggunakan formula di atas. Maka hasilnya adalah :

Kemudian diparalelkan 4 elektroda batang dengan kita anggap titik ujung grounding satu dengan ujung lainnya adalah titik X dengan titik Z, maka hasilnya adalah:



Ket:
  • R          = Resistance (W)
  • ρ           = Soil Resistivity (W-m)
  • L         = Length of Rod
  • π          = Phi (3.14)
  • a          = radius of rod (m)
  • s          = Distance between grounding rod

Karena desain yang akan dibuat persegi dengan 4 jalur, dan hasil resistansi diatas kemudian diparalelkan 4 buah, maka hasilnya adalah
 Rtotal = 0.8075 W

Maka nilai total pentanahan/grounding di area tower X adalah 0.8075 Ω, dengan ini nilai tersebut memenuhi standar yang ditentukan oleh PUIL 2000 maupun standar NEC. Sekian materi yang disampaikan, semoga bisa berguna dan bermanfaat bagi yang membacanya. Thanks.

Referensi:
  • IEEE Std 142 - 2007
  • NEC
  • NFPA 70
  • Yunaningrat, Resna; Analisa Pentanahan Pada BTS BSC Banjarsari; Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

Fading in Radio Communication

Fading adalah fluktuasi amplituda sinyal (gelombang radio). Fading margin merupakan level daya yang harus dicadangkan yang besarnya selisih antara daya rata-rata yang sampai di penerima (Rx) dan level sensitivitas penerima (Rx-Threshold). Nilai fading margin biasanya sama dengan peluang level fading yang terjadi, yang nilainya tergantung pada kondisi lingkungan dan sistem yang digunakan.

Gambar di bawah ini menggambarkan istilah dari fade margin. Site A akan mentransmisikan daya 33dBm (2W) ke Site B, kemudian level sinyal turun atau daya yang diterima oleh Site B -100 dBm. Ini memberikan margin -10 dBm karena sensitivitas penerima radio di situs b adalah -110 dBm.

fade-margin01.jpg
Fading Margin
Dalam lingkungan yang sangat bising atau tinggal noise yang tinggi, tingkat kebisingan dapat lebih tinggi dari sensitivitas penerima. (Misalnya lebih besar dari -110 dBm dalam contoh di atas). Dalam hal ini, tidak membantu meningkatkan sensitivitas penerima atau menggunakan antena penerima yang lebih tinggi. Satu-satunya solusi jika sumber noise tidak dapat dihilangkan adalah dengan meningkatkan daya transmisi (Tx) sehingga kekuatan sinyal di radio penerima (Rx) lebih tinggi daripada kebisingan. Namun, dalam beberapa kasus, memindahkan antena penerima atau memindahkan jalur transmisi dapat mengurangi dampak kebisingan.

  • Flat Fading Margin 
Flat fading margin (Mf) dihitung untuk mengatasi error ang disebabkan oleh thermal noise, dirumuskan sebagai berikut :

Mf = Prx - Pth    (dB)

Ket:
- Mf : Flat fading margin
- Prx : Daya terima nominal (dBm)
- Pth : Threshold dari thermal noise penerima (dBm)

  • Frequency Selective Fading Margin
Frequency Selective Fading Margin (Ms) dimaksudkan untuk memperhitungkan kesalahan bit yang diakibatkan oleh amplitude distortion dan group delay yang terjadi pada seluruh pita frekuensi. Besarnya Frequency Selective Fading Margin dirumuskan sebagai berikut :

Ms = 102 - 35 log L - 10 log s    (dB)

Ket:
- L : Jarak hop radio (jarak Tx dengan Rx)
- S : Equipment Signature (Spesifikasi dari masing-masing pabrik)

Besarnya effective fading margin (Me), sebagai berikut:

Me = -10 log | 10 - Mf/10 + 10 - Ms/10 |